A. LATAR BELAKANG
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai pendidikan politik ditingkat lokal. Pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti :
- Kemampuan ekonomi
- Potensi daerah
- Luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial budaya, aspek sosial politik aspek pertahanan dan keamanan, serta
- Pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/ berskala nasional, misalnya dalam bentuk :
- Kawasan cagar budaya
- Taman nasional
- Pengembangan industri strategis
- Pengembangan teknologi tinggi ( seperti pengembangan teknologi nuklir)
- Peluncuran peluru kendali
- Pengembangan prasarana komunikasi
- Telekomunikasi
- Transportasi
- Pelabuhan dan daerah perdagangan bebas
- Pangkalan militer
- Wilayah eksploitasi
- Konservasi bahan galian strategis
- Penelitian dan pengembangan sumber daya nasional
- Laboratorium sosial
- Lembaga permasyarakatan spesifik
Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan dalam ketentuan ini adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam peraturan pemerintah.
Secara politis Otonomi khusus artinya ada perlakuan khusus bagi wilayah atau bangsa. Secara politis Otonomi khusus biasanya diberikan kalau ada negara yang didirikan dengan berbagai macam suku bangsa dengan beragam latar belakang sejarah, politik atau hukumnya.
Daerah yang diberikan otonomi khusus adalah Daerah Istimewa Aceh , Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua dan DKI Jakarta.
PEMBAHASAN
A. OTONOMI KHUSUS DKI JAKARTA
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta)sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia . UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain:
1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
B. OTONOMI KHUSUS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Dalam perumusan Undang-Undang nomer I tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 4 masalah pokok yang diperdebatkan itu dipecahkan menjadi pasal-pasal undang –undang sebagi berikut:
1. Isi otonomi yang ditetapkan oleh undang-undang nomer I/1957 yaitu sistem otonomi real seperti yang dirumuskan pasal 31 dan 38. Kedua pasal ini menjamin adanya kesempatan bagi daerah-daerah untuk menunaikan tugasnya secara penuh sesuai bakat dan kesanggupannya agar dapat berkembang secara luas.
2. Tingkat daerah yang ditetapkan dalam undang-undang adalah pendapat pemerintah yaitu dua tingkat daerah otonom dan kalau dperlukan tiga tingkat. Pertimbangnnya daerah otonom harus dibentuk dari kesatuan masyarakat hukum, sedangkan kesatuan masyarakat hukum yang terbawah sangat berbeda-beda di wilayah indonesia.
3. Kepala daerah harus mendapat kepercayaan dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Kapala daerah harus dipilih oleh rakyat dari daerah yang bersangkutan (pasal 23 ayat 1) dan cara pengangkatan serta penghentiannya ditetapkan dengan undang-undang (pasal 23 ayat 2). Hasil pemilihan itu harus mendapat pengesahan terlebih dahulu dari pemerintah. Sebagai ketua merangkap anggota DPD, kepala daerah menjalankan tugas dan kewajibannya bersama-sama dengan anggota-anggota DPD yang lain dan bertanggung jawab secara kolegial terhadap DPRD mengenai penyelenggaraan tugasnya.
Mengenai kepala daerah istimewa penjelasan umum menegaskan dia tidak dipilih oleh dan dari anggota-anggota DPRD, tetapi diangkat oleh pemerintah pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum RI dan yang masih menguasai daerahnya dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan, serta adat istiadat dalam daerah itu. Jadi, keistimewaanya masih terletak pada kedudukan kepala daerahnya. Dalam suatu daerah istimewa dapat pula diangkat seorang wakil kepala daerah apabila daerah istimewa itu terbentuk sebagai gabungan dari beberapa bekas swapraja seperti DIY (pasal 25). Kecuali itu, karena kepala daerah istimewa diangkat oleh penguasa pemerintah pusat, maka dia tidak dapat dijatuhkan oleh DPRD.
4. Undang-undang membebankan pengawasan kepada menteri dalam negeri untuk daerah tingkat I dan kepada DPD setingkat lebih atas untuk daerah-daerah lain yaitu dengan menangguhkan atau membatalkan peraturan serta keputusan DPRD atau DPD yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau kepentingan umum.
Dengan UU nomer 1/ 1957 ini pertentangan antara pemerintah pusat yang menginginkan daerah-daerah dapat dikontrol dengan ketat dengan lembaga-lembaga serta birokrasi pemerintahan dan daerah yang menginginkan otonomi seluas-luasnya dikompromikan oleh pemerintah dan DPR.
Jadi secara keseluruhan Undang-Undang nomor 1/1957 terdiri atas 4 bab, yaitu:
BAB I. Pendahuluan membahas prinsip-prinsip umum: yang menegaskan bahwa UU No.1/1957 menjamin sifat negara kesatuan, desentralisasi yang luas, dan menjamin demokrasi serta ketatanegaraan negara kesatuan.
BAB II. Menyempurnakan kekuasaan otonomi daerah, berisi himbauan kepada pemerintah pusat supaya segera menyerahkan urusan daerah yang sudah ditentukan oleh undang-undang secara rill tanpa menunggu penyerahan resmi dengan peraturan perundang-undangan lagi. Kecuali itu mendesak pemerintah pusat agar menyerahkan pekerjaan-pekerjaan inspesi, pimpinan, dan koordinasi kepada daerah tingkat I, sehingga titik berat pelaksanaan otonomi dapat diletakkan pada daerah tingkat II dan daerah tingkat III. Maka dari itu pembentukan daerah tingkat III harus digalakkan.
BAB III. Menyempurnakan alat-alat perlengkapan daerah, yang isinya mendesak agar UU No. 1/1957 dilaksanakan secara konsekuen dengan menghapus peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman penjajahan belanda, yang masih berlaku. Demikina juga lembaga-lembaga atau organ-organ diluar daerah tingkat I, II, dan III segera dihapuskan dan menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah yang legal.
BAB IV. Kesimpulan, pernyataan bahwa UU No. 1/1957 pada dasarnya cukup mengatur penyelenggaraan negara kesatuan yang demokratis, maka harus ditegaskan dan dilaksanakan dengan konsekuen.
C. OTONOMI DAERAH NANGROE ACEH DARUSSALAM
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
D. OTONOMI KHUSUS DAERAH PAPUA
Orang papua berbeda ras dari orang Indonesia, sejarah Papua Barat dalam kaitan dengan kontak dengan dunia luar ataupun sejarah penjajahan dan perjuangan kemerdekaan berbeda dengan sejarah Indonesia, Pulau papua masuk dalam wilayah Pasifik, Papua Barat dibatasi oleh laut, terpisah dari pulau – pulau NKRI, tetapi wilayah itu diduduki dan di kuasai oleh Indonesia, maka status wilayah itu berbeda dari pada wilayah lain di Indoneisa. Maka wilayah itu diberi otonomi yang khusus.
Arti otonomi khusus menurut UU No. 21/2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua dalam bab I perihal ketentuan umum pasal 1 membatasi arti otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang akui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak – hak dasar masyarakat Papua.
Dalam bab IV tentang kewenangan daerah, pasal 4 disebutkan batas – batas kewenangan yaitu:
“Kewenangan provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,moneter, dan fiskal, agama dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Jadi otonomi khusus artinya pengakuan dan pemberian kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali lima urusan yang disebutkan diatas. Jadi keseluruhan urusan pemerintah diberikan kepada pemerintah daerah, sedangkan lima hal lain yang masih ada di tangan pemerintah pusat.
Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, Hal – hal mendasar yang menjadi isi undang – undang ini adalah :
1. Mengatur kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah propinsi papua serta menerapkan kewenangan tersebut di propinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan
2. Pengakuan dan penghormatan hak – hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
a) partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
b) pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
c) penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
4. pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.
Jadi hal pertama yang ditekankan adalah bahwa pengaturan kewenangan itu dilakukan dengan kekhususan, yang kedua menjelaskan maksud kekhususan itu bahwa perihal kekhususan itu perlu ada pada pengakuan dan penghormatan hak – hak dasar orang asli papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar. Perihal pengakuan dan penghormatan hak – hak dasar orang papua menjadi kekhususan dari otonomi khusus itu yaitu berbeda dengan sekedar pemberian otonomi seperti diberlakukan di wilayah NKRI lainnya. Pokok ini memperteguh arti politis dari otonomi khusus diatas bahwa memang politik otonomisasi itu dijalankan di dunia sebagai tanggapan terhadap tuntutan kaum minoritas yang berbeda suku bangsanya dengan suku – suku bangsa mayoritas lainnya, khususnya suku bangsa dari penguasa mayoritas lainnya, dengan tujuan untuk membungkam tuntutan dan aspirasi masyarakat minoritas itu.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia di Provinsi Papua.
DAFTAR PUSTAKA
Karoba, Sem, dkk. 2005. PAPUA MENGGUGAT :Teori Politik Otonomisasi NKRI di
PAPUA BARAT. Yogyakarta: watchPAPUA dan Galang press.
Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan otonomi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Suwarno.1994.Haengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942 –
1974 Sebuah Tinjauan Historis. Yogyakarta : Kanisius.
15.00 WIB
4 komentar:
izin kopas yah,, karena lagi ada tuhas kuliah ttg ototnomi khusus,,
maksih infonya,, :)
LATAR BELAKANG LAHIRNYA STATUS KEKHUSUSAN BAGI PAPUA ITU UPAYA PEMBENGKOKAN SEJARAH SECARA TIDAK WAJAR. ANDA PAHAMI DULUH APA LATAR BELAKANG LAHIRNYA OTSUS PAPUA.. TESISMU TIDAK KONTSRUKTIF.
LATAR BELAKANG LAHIRNYA STATUS KEKHUSUSAN BAGI PAPUA ITU UPAYA PEMBENGKOKAN SEJARAH SECARA TIDAK WAJAR. ANDA PAHAMI DULUH APA LATAR BELAKANG LAHIRNYA OTSUS PAPUA.. TESISMU TIDAK KONTSRUKTIF.
Setujuh
Posting Komentar