Welcome

>

Selasa, 22 Mei 2012

Koran Anak dan Peningkatan Keberaksaraan

Kemampuan budaya tulis masyarakat kita masih lemah, padahal bangsa yang maju peradabannya ditentukan oleh tingkat budaya tulis. Sejarah sudah membuktikan bahwa bangsa yang tinggi peradaban memiliki budaya tulis yang tinggi pula. Sementara ini ketrampilan bahasa masyarakat kita masih lebih dominan pada budaya tutur, mendengar dan berbicara.
Ketrampilan berbahasa terdiri dari empat, yaitu ketrampilan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Karena itulah program melek aksara tidak hanya berhenti pada sekedar membaca, namun juga menulis. Kemampuan menulis pun tidak hanya sekedar menulis identitas dirinya, namun lebih jauh dari pada itu menuangkan pikiran dan perasaannya ke dalam tulisan.
Sehubungan dengan itu program pendidikan keaksaraan juga diarahkan pada peningkatan budaya tulis. Peningkatan budaya tulis akan lebih bermakna jika dilakukan sejak usia dini. Pemikiran inilah kemudian mendasari program peningkatakan budaya tulis melalui koran anak yang dapat diakses pada Direktorat Pendidikan Masyarakat, Ditjen PAUDNI Kemendikbud.
Peningkatan budaya tulis melalui koran anak merupakan tindakan pembelajaran dan perlindungan yang berpihak (affirmative action) terhadap peningkatan kemampuan dan budaya tulis anak marjinal yang rentan terhadap perdagangan orang dan eksploitasi seks snak (ESA) yang dilatihkan dalam jurnalisme warga kepada peserta didik anak yang memerlukan perlindungan sekaligus sebagai penguatan keberaksaraan melalui berbagai media informasi, komunikasi, dan teknologi.
Sebagaimana dikutip dari petunjuk teknis (Dit Bindikmas, 2012), program peningkatan budaya tulis melalui koran anak bertujuan (1) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak tentang bahaya tindak pidana perdagangan orang, eksploitasi seks anak, KDRT, bahaya Napza dan HIV/AIDS; (2) Meningkatkan kemampuan anak untuk menuangkan keterampilan menulis dan pengalamannya ke dalam Koran Anak; (3) mendorong tumbuhkembangnya budaya baca sejak dini pada anak.
Adapun sasaran program peningkatan budaya tulis melalui koran anak adalah anak usia maksimal 18 tahun, diprioritaskan yang memiliki kerawanan diperdagangkan, menjadi korban eksploitasi seks anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan rawan terhadap bahaya Napza dan HIV/AIDS.
Kegiatan peningkatan budaya baca melalui koran anak ini dilakukan dalam bentuk dua kegiatan, yaitu (1) pembelajaran dan/atau pelatihan jurnalistik, keaksaraan, dan kecakapan hidup;
dan (2) Pengelolaan penerbitan Koran.

            Pembelajaran dan/atau pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan, sikap, dan ketrampilan peserta didik dalam bidang jurnalistik sederhana, keaksaran, dan ketrampilan vokasional dan sosial sesuai kebutuhan aktual, sehingga peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan pengelolaan penerbitan koran anak. Sedangkan ketrampilan vokasional atau kecakapan hidup yang diberikan sesuai dengan bidang jurnalistik, misalnya desain grafis, fotografi, dan internet.
Pengelolaan penerbitan koran anak dilaksanakan dengan prinsip dari dan oleh peserta didik untuk peserta didik dan masyarakat. Dengan demikian peserta didik atau aksarawan baru menjadi unsur utama pengelola (redaksi/manjemen), wartawan/pencari berita dan sumber penting bagi isi (berita/rubrik) Koran Anak. Koran Anak diisi terutama dengan karya tulis anak (peserta didik), baik berupa tulisan tangan maupun yang menggunakan alat tulis lain (mesin tik, komputer), mengenai pengalaman, pengetahuan, keterampilan, cerita, puisi, opini, kesan, pesan, keluhan, berita, profil, rubrik khusus, dan sebagainya. Koran Anak tidak diperkenankan diisi dengan berita atau profil representatif tentang pejabat pemerintah atau tokoh politik, kecuali hal itu sebagai pelengkap dan ditulis oleh peserta didik.
Program peningkatan budaya baca melalui koran anak dapat diakses oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), satuan PNF sejenis, organisasi keagamaan, lembaga kemasyarakatan dan atau lembaga yang memiliki kapasitas/kemitraan bidang jurnalistme, peduli pendidikan keaksaraan, serta memiliki legalitas dan integritas dalam pembelajaran keaksaraan yang ditunjukkan dengan data calon peserta didik, tutor/narasumber teknis, judul cerita rakyat lokal, dan sarana pembelajaran yang disahkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Ketua RT/RW (Bindikmas, 2012).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Web Hosting | Top Web Hosting | Great HTML Templates from easytemplates.com.